Senin, 06 Mei 2019

Halalkan Aku Untukmu | SATU | KEPUTUSAN


KEPUTUSAN

"Anisa bersedia Abi."
Kalimat itu telah merubah semuanya. Dari mulai kebiasaan sampai statusku sekarang. Aku bingung mengatakan bahwa ini kabar baik atau sebaliknya.
Pagi hari tadi aku resmi menjadi pendamping hidup laki-laki yang satu bulan lalu datang menghadap orang tuaku untuk meminangku. Kalimat Ijab qobul itu diucapkan dengan satu kali tarikan napas dan lantang. Aku memang tidak melihat secara langsung saat laki-laki yang kini sudah menjadi imamku itu mengucapkannya, tapi aku mendengar dengan jelas. Air mataku menetes saat mendengarnya.
Aku tidak menyangka, diusiaku yang masih terbilang muda, Aku sudah bukan lagi tanggung jawab Abi dan Umi. tapi suamiku, imamku, Bisma. Jujur aku sedikit ragu. Ragu jika Dia tidak bisa membimbingku pada jalan yang diridhaiNya.
"Saya akan berusaha menjadi imam yang baik untuk Anisa."
Ucapan itu berputar-putar dikepalaku seperti kaset rusak yang selalu aku 'amin' kan. Aku berharap seperti itu.
"Anisa, Umi dan Abi pulang ya.. kamu harus patuh dan hormat kepada suamimu seperti kamu patuh dan hormat kepada Abi dan Umi." Aku mengangguk patuh lalu memeluk Umi.
Umi, sosok wanita yang hangat, selalu memberikan kasih dan sayangnya padaku dan Abi. Aku ingin seperti Umi yang selalu berada disamping Abi dalam kondisi apapun, selalu menjagaku dan merawatku sampai aku sebesar ini. "Anisa sayang Umi." Air mataku menetes tapi buru-buru kuhapus. Aku melepaskan pelukanku pada Umi lalu beralih pada Abi.
"Gadis kecil Abi sekarang sudah dewasa. sudah memiliki kewajiban sebagai seorang istri. Jadilah istri yang baik Anisa." Abi mencium puncak kepalaku seperti biasa.
Aku memeluk Abi sebentar. "Terima kasih Umi dan Abi yang sudah merawat, menjaga, dan membimbing Anisa selama ini. Anisa tidak bisa membalas segala sesuatu yang telah Umi dan Abi berikan kepada Anisa."
Air mataku tumpah tanpa bisa dicegah. Entah sudah seperti apa kacaunya penampilanku saat ini. Aku merasa ada yang meremas bahu kananku pelan, memberikanku ketenangan, Bisma.
"Kamu hanya perlu menjadi wanita yang kuat, sabar, dan selalu berbuat baik kepada semua orang disekitarmu. itu sudah lebih dari cukup."
---o0o---
Orang tuaku sudah pulang. Tinggalah aku dan pria yang kini masih mengenakan baju pengantin kami. Kami berjalan memasuki kamar yang sudah dihias sedemikian rupa. Aku memilih untuk melepaskan segala macam make-up dan pernak-pernik yang melekat ditubuhku maupun kepalaku yang masih tertutup hijab. Terdengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi. Sudah bisa dipastikan kalau didalamnya ada seseorang, Bisma.
---o0o---
"Bisma, bangun.. shalat subuh dulu." Sungguh, aku bingung memanggilnya apa. Walaupun dia tidak keberatan sama sekali jika aku memanggilnya langsung dengan nama. Tapi aku berasa tidak sopan memanggilnya dengan nama tanpa embel-embel lainnya.
Setelah Ia bangun, kami melaksanakan kewajiban kami sebagai muslim. ini pengalaman pertamaku shalat berjamaah bersama suamiku.
---o0o---

bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar