MANIS
"Tunggu.."
Aku berhenti melangkah menuju pintu apartemen, lalu membalikkan tubuhku dan
mendapati Anisa yang memakai gamis bercorak bunga kecil dengan jilbab senada.
"Ada
apa?" Aku tertegun saat Anisa menyentuh tangan kananku lalu menciumnya.
"Hati-hati."
Anisa tersenyum membuatku mau tidak mau membalas senyum malaikat itu.
Senyumnya
pudar dan digantikan dengan pandangan gusar. Aku mengerutkan dahi. "Kamu
kenapa? sakit?"
Anisa
menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya. "Aa..aku.. boleh ke pesantren
nggak?" Ia menunduk takut, tak berani menatapku.
Aku
tersenyum lalu mengangkat dagunya agar menatapku. "Tentu saja boleh"
Ia
mengerjap-ngerjap lucu dengan mulut sedikit terbuka, membuatku terkekeh. Tak
tahan melihat wajahnya yang menggemaskan, aku mencubit kedua pipinya membuatnya
mengaduh. "Sungguh?"
Aku
mengangguk mantap. Terpancar binar bahagia dari matanya. Aku hampir terhuyung
jatuh saat tiba-tiba Anisa memelukku.
Jantungku
bekerja dengan cepat, darahku berdesir seperti ABG yang sedang jatuh cinta.
Seandainya saja hari ini tidak ada jadwal meeting dengan pak Wiryo, Aku pasti
tidak akan keluar dari apartemen dan menghabiskan waktu bersama Anisa berdua.
Aku
baru saja ingin membalas pelukan hangat ini tapi Anisa sudah melepaskan
pelukannya. "Maaf, Aku lancang. tt.. tapi kata Umi, kalau meluk suami itu
boleh dan dapat pahala." Anisa menunduk.
Kenapa
dia minta maaf? justru aku sangat senang jika dipeluk olehnya. Bahkan seumur
hidupku, Aku tidak akan keberatan sama sekali jika dipeluk olehnya. "Tidak
perlu minta maaf dan tidak perlu sungkan untuk meminta sesuatu."
Anisa
mendongkak menatapku lalu tersenyum tipis. "Terimakasih. Yasudah memang
kamu gak ke kantor? sudah jam 8,"
Aku
mengangguk lalu mencium keningnya sekilas. "Mencium istri juga dapat
pahala."
---o0o---
Bagaimana
aku bisa fokus bekerja jika yang ada dikepalaku hanya Anisa? bayangan saat
pipinya bersemu merah dengan senyum malu-malunya saat aku mencium keningnya. Ahh..
aku tak sabar ingin bertemu dengannya. Tapi sekarang masih pukul 12 siang. Aku
tersenyum mengingat sikapnya yang perhatian padaku. Saat ia menyiapkan sarapan,
baju yang akan kugunakan, sampai ia mencium tanganku. Tidak salah aku memilih
Anisa sebagai pendampingku. Betapa beruntungnya aku.
"Ciee..
penganten baru.. senyum-senyum aje," Aku menimpuk sahabatku dengan bantal
sofa yang berada di ruanganku. Seenaknya saja dia menghancurkan khayalanku.
"Sedang mengenang semalam ya.."
Aku
melotot menatap sahabatku yang sedang mengedip-ngedipkan mata layaknya orang
yang sedang cacingan dengan wajah dibuat malu-malu.
"Hahaha..
penganten barunya ngambek.."
"Sok
tau!"
"Jangan-jangan
gagal lagi, jiahaha.."
Aku
mencebik kesal menatap sahabatku dari kecil yang masih tertawa sambil
meledekku. Silahkan saja puas-puasin menertawakanku. Aku berani jamin dia akan
menyesal karena meledekku. Sahabat macam apa dia, menyebalkan.
"Uuuh..
jangan ngambek dong, masa penganten baru ngambekk.."
Aku
menepis tangannya yang mencubit pipiku. Dasar Irsyad.. Aku memutuskan untuk
melanjutkan pekerjaan yang menumpuk diatas meja. Irsyad masih asik dengan gelak
tawanya sambil terus meledekku.
Pintu
ruanganku terbuka. "Maaf pak, ada yang ingin bertemu." Irsyad
langsung menghentikan tawanya.
"Siapa?"
"Ibu
Anisa." Langsung saja aku menyuruhnya mempersilahkan Anisa masuk.
Kira-kira Anisa ngapain ingin bertemu denganku? bukannya dia mau ke pesantren?
biarin deh, yang penting ketemu.
"Assalamu'alaikum.."
Anisa membuka pintu ruanganku lalu berjalan kearahku. Aku dan Irsyad menjawab
salamnya. Di tangannya ada tas yang berukuran sedang. Ia menaruh tas itu di
atas meja yang berada di sudut ruangan yang tidak jauh dari mejaku. "Aku
bawakan makan siang."
Hatiku
menghangat mendengarnya. Sedangkan Irsyad sudah menghilang entah kemana,
ternyata dia sangat mengerti aku. Aku tersenyum kepada Anisa yang menghampiriku
lalu menarik pelan tanganku menuju sofa yang tadi diduduki Irsyad. "Terima
kasih."
Anisa
mengangguk lalu membuka kotak makan berwarna biru. Di dalamnya sudah ada nasi
dan lauk pauk yang membuat perutku semakin lapar. "Tidak ada kata terima
kasih dalam cinta."
Tadi
dia bilang apa? Aku tidak salah dengar kan? Anisa mengucapkannya sangat pelan
nyaris tak terdengar. "Tadi kamu bilang apa?"
Anisa
gelagapan mendengar pertanyaanku. "Ah.. mm.. engg.. enggak.. aku gak
bilang apa-apa."
"Gak
apa-apa kali. kan sudah aku bilang, jangan sungkan-sungkan," Aku menepuk
bahunya pelan. dan lagi lagi pipi itu bersemu lengkap dengan senyum
malu-malunya. Anisa menunduk. "Sama suami sendiri masa malu."
Anisa
semakin menunduk. Menggodanya memang sangat menyenangkan. Apalagi saat melihat
tingkahnya yang malu-malu. "Mm.. yasudah, itu makanannya dimakan keburu
dingin."
"Tenang
saja, masakanmu selalu enak walaupun sudah dingin sekalipun, apalagi ditemani
sama kamu." Anisa memalingkan wajahnya, mentupi pipinya yang bersemu.
---o0o---
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar