Selasa, 07 Mei 2019

Halalkan Aku Untukmu | DUA | MANIS


MANIS
"Tunggu.." Aku berhenti melangkah menuju pintu apartemen, lalu membalikkan tubuhku dan mendapati Anisa yang memakai gamis bercorak bunga kecil dengan jilbab senada.
"Ada apa?" Aku tertegun saat Anisa menyentuh tangan kananku lalu menciumnya.
"Hati-hati." Anisa tersenyum membuatku mau tidak mau membalas senyum malaikat itu.
Senyumnya pudar dan digantikan dengan pandangan gusar. Aku mengerutkan dahi. "Kamu kenapa? sakit?"
Anisa menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya. "Aa..aku.. boleh ke pesantren nggak?" Ia menunduk takut, tak berani menatapku.
Aku tersenyum lalu mengangkat dagunya agar menatapku. "Tentu saja boleh"
Ia mengerjap-ngerjap lucu dengan mulut sedikit terbuka, membuatku terkekeh. Tak tahan melihat wajahnya yang menggemaskan, aku mencubit kedua pipinya membuatnya mengaduh. "Sungguh?"
Aku mengangguk mantap. Terpancar binar bahagia dari matanya. Aku hampir terhuyung jatuh saat tiba-tiba Anisa memelukku.
Jantungku bekerja dengan cepat, darahku berdesir seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Seandainya saja hari ini tidak ada jadwal meeting dengan pak Wiryo, Aku pasti tidak akan keluar dari apartemen dan menghabiskan waktu bersama Anisa berdua.
Aku baru saja ingin membalas pelukan hangat ini tapi Anisa sudah melepaskan pelukannya. "Maaf, Aku lancang. tt.. tapi kata Umi, kalau meluk suami itu boleh dan dapat pahala." Anisa menunduk.
Kenapa dia minta maaf? justru aku sangat senang jika dipeluk olehnya. Bahkan seumur hidupku, Aku tidak akan keberatan sama sekali jika dipeluk olehnya. "Tidak perlu minta maaf dan tidak perlu sungkan untuk meminta sesuatu."
Anisa mendongkak menatapku lalu tersenyum tipis. "Terimakasih. Yasudah memang kamu gak ke kantor? sudah jam 8,"
Aku mengangguk lalu mencium keningnya sekilas. "Mencium istri juga dapat pahala."
---o0o---
Bagaimana aku bisa fokus bekerja jika yang ada dikepalaku hanya Anisa? bayangan saat pipinya bersemu merah dengan senyum malu-malunya saat aku mencium keningnya. Ahh.. aku tak sabar ingin bertemu dengannya. Tapi sekarang masih pukul 12 siang. Aku tersenyum mengingat sikapnya yang perhatian padaku. Saat ia menyiapkan sarapan, baju yang akan kugunakan, sampai ia mencium tanganku. Tidak salah aku memilih Anisa sebagai pendampingku. Betapa beruntungnya aku.
"Ciee.. penganten baru.. senyum-senyum aje," Aku menimpuk sahabatku dengan bantal sofa yang berada di ruanganku. Seenaknya saja dia menghancurkan khayalanku. "Sedang mengenang semalam ya.."
Aku melotot menatap sahabatku yang sedang mengedip-ngedipkan mata layaknya orang yang sedang cacingan dengan wajah dibuat malu-malu.
"Hahaha.. penganten barunya ngambek.."
"Sok tau!"
"Jangan-jangan gagal lagi, jiahaha.."
Aku mencebik kesal menatap sahabatku dari kecil yang masih tertawa sambil meledekku. Silahkan saja puas-puasin menertawakanku. Aku berani jamin dia akan menyesal karena meledekku. Sahabat macam apa dia, menyebalkan.
"Uuuh.. jangan ngambek dong, masa penganten baru ngambekk.."
Aku menepis tangannya yang mencubit pipiku. Dasar Irsyad.. Aku memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan yang menumpuk diatas meja. Irsyad masih asik dengan gelak tawanya sambil terus meledekku.
Pintu ruanganku terbuka. "Maaf pak, ada yang ingin bertemu." Irsyad langsung menghentikan tawanya.
"Siapa?"
"Ibu Anisa." Langsung saja aku menyuruhnya mempersilahkan Anisa masuk. Kira-kira Anisa ngapain ingin bertemu denganku? bukannya dia mau ke pesantren? biarin deh, yang penting ketemu.
"Assalamu'alaikum.." Anisa membuka pintu ruanganku lalu berjalan kearahku. Aku dan Irsyad menjawab salamnya. Di tangannya ada tas yang berukuran sedang. Ia menaruh tas itu di atas meja yang berada di sudut ruangan yang tidak jauh dari mejaku. "Aku bawakan makan siang."
Hatiku menghangat mendengarnya. Sedangkan Irsyad sudah menghilang entah kemana, ternyata dia sangat mengerti aku. Aku tersenyum kepada Anisa yang menghampiriku lalu menarik pelan tanganku menuju sofa yang tadi diduduki Irsyad. "Terima kasih."
Anisa mengangguk lalu membuka kotak makan berwarna biru. Di dalamnya sudah ada nasi dan lauk pauk yang membuat perutku semakin lapar. "Tidak ada kata terima kasih dalam cinta."
Tadi dia bilang apa? Aku tidak salah dengar kan? Anisa mengucapkannya sangat pelan nyaris tak terdengar. "Tadi kamu bilang apa?"
Anisa gelagapan mendengar pertanyaanku. "Ah.. mm.. engg.. enggak.. aku gak bilang apa-apa."
"Gak apa-apa kali. kan sudah aku bilang, jangan sungkan-sungkan," Aku menepuk bahunya pelan. dan lagi lagi pipi itu bersemu lengkap dengan senyum malu-malunya. Anisa menunduk. "Sama suami sendiri masa malu."
Anisa semakin menunduk. Menggodanya memang sangat menyenangkan. Apalagi saat melihat tingkahnya yang malu-malu. "Mm.. yasudah, itu makanannya dimakan keburu dingin."
"Tenang saja, masakanmu selalu enak walaupun sudah dingin sekalipun, apalagi ditemani sama kamu." Anisa memalingkan wajahnya, mentupi pipinya yang bersemu.
---o0o---
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar