GUNCANGAN
Anisa
POV
Aku
tersenyum saat mengingat kejadian-kejadian selama sebulan ini. Bisma bersikap
sangat manis padaku. Aku semakin yakin dengan perasaanku padanya, Aku
menyayangi dan mencintainya.
"Kamu
masak apa?" Aku terlonjak kaget saat Bisma memelukku yang sedang membuat
sarapan.
"Nasi
goreng."
"Jawabnya
ko' singkat banget.."
"Terus
harusnya gimana?"
"Bilang
apa gitu, aku kangen misalnya?"
"Aku
gak akan kangen kamu."
"Kenapa?"
"Kamu
kan selalu ada di samping aku, dan di hati aku,"
Entah
bagaimana caranya kalimat itu keluar dari mulutku. "Ciee.. udah bisa gombal
ya kamu hahaha.."
"Kan
kamu yang ngajarin, hehehe.."
“Aku
nggak pernah ngajarin kamu kayaknya.”
'tok..tok..tok'
Bisma
melepaskan pelukannya. "Sebentar ya, aku lihat siapa yang datang."
Aku mengangguk.
Setelah
selesai memasak aku berniat menyusul Bisma yang tak kunjung datang.
DEG!
Mataku memanas melihat pemandangan dihadapanku. hatiku serasa diremas. tubuhku
mematung tak bisa berbuat apa-apa. air mataku menetes. Ya Allah.. kuatkan
hambamu ini..
---o0o---
Aku terduduk
lemas di dalam kamar. Aku tak menghiraukan panggilan Bisma yang terus mengetuk
pintu kamar kami yang sengaja aku kunci. Aku masih bertahan di depan cermin
meja rias dengan keadaan yang bisa dibilang buruk. Mata bengkak, wajah merah dengan
air mata yang membanjir.
Setelah tadi aku
melihat adegan Bisma yang dipeluk oleh wanita yang tidak aku kenal, aku
langsung berlari kedalam kamar lalu menguncinya. Kepalaku menjadi pusing,
pengelihatanku kabur dan setelah itu, gelap.
---o0o---
"Lepas! gue
bilang lepas ya lepas!" Bisma menghentakkan tangan wanita yang sedari tadi
bergelayut pada tangannya.
Wanita itu
cemberut menatap Bisma yang menurutnya sudah berubah. "Kamu kenapa sih?
kasar banget sama aku. aku tau kamu kangen sama aku dan a-"
"Just in
your dream! jangan pernah datang dan ganggu hidup gue lagi!"
"Kenapa?
kamu berubah Bis! Apa karena jalang itu huh?!!"
PLAKK
"Jaga mulut
lo itu. Anisa itu istri gue. dan lo, lo yang jalang gak tahu diri!" Bisma
menutup pintu apartemennya dengan keras. Ia berlari mencari kunci cadangan yang
berada di laci ruang tamu.
"Anisaa.."
---o0o---
Bisma POV
Aku menggeram
marah. ini semua gara-gara wanita itu. Sashi, wanita masa laluku. Wanita yang
dulu sangat aku sayangi, cintai, bahkan kupuja. Semua keinginan dan
kebutuhannya selalu kupenuhi. Aku menjadikannya ratu dalam hidupku saat itu.
Orang tuaku tak
merestui hubunganku dan Sashi saat itu karena menurut mereka Sashi hanya
memanfaatkanku. Tapi bodohnya aku tidak pernah menghiraukan ucapan orang tuaku.
Aku mengetahui Sashi berselingkuh dengan om-om tua yang sudah setengah abad
pada waktu aku datang ke apartemen yang aku berikan untuknya. Dan saat itulah
aku langsung memutuskan hubungan kami lalu melarikan diri ke kota ini.
Aku sangat
terpukul saat itu. dan akhirnya aku menuju salah satu club malam di kota ini.
Kepalaku sudah sangat berat saat keluar dari club tersebut karena minum terlalu
banyak. Singkat cerita, aku pingsan dan ternyata yang menolongku adalah Anisa.
Dan saat itu
juga aku tertarik padanya. Tapi tentu saja bukan untuk pelarian karena baru
saja dikhianati Sashi. Dia wanita yang hebat, hanya dengan melihatnya hatiku
bergetar dan saat itu juga aku bertekad untuk berubah menjadi lebih baik.
"Bisma.."
Lamunanku buyar
saat suara lirih Anisa memanggil namaku. "Kamu sudah sadar? aku disini."
Tanganku terlepas dari kepalanya saat Anisa berusaha untuk bangun dari posisi
berbaringnya. Aku membantunya untuk duduk bersandar pada kepala ranjang setelah
sebelumnya kuberikan ganjalan bantal agar punggungnya tidak sakit.
Author POV
"Sebenarnya
siapa perempuan itu?" Anisa menggigit bibir bawahnya gugup. Sebenarnya dia
takut untuk bertanya pada Bisma, namun rasa ingin tahu Anisa mengalahkan rasa
takutnya.
Bisma tersenyum
lirih. "Namanya Sashi. Perempuan masa laluku,"
Anisa mengangkat
kedua alisnya menunggu Bisma melanjutkan kata-katanya.
"Dia
mencampakkanku setelah dia berhasil memeras rekening tabunganku. Sashi
selingkuh dengan laki-laki yang bahkan lebih pantas disebut ayahnya. Saat itu
aku sangat terpukul, merasa bodoh sekaligus bersalah pada orang tuaku. Dulu,
keluargaku menentang hubungan kami. Tapi aku tidak pernah menggubrisnya. Hingga
peristiwa saat perselingkuhan antara Sashi dan om-om itu kuketahui. Akhirnya
aku memutuskan pergi dan akhirnya bertemu kamu disini."
Anisa tidak
menyangka bahwa Bisma sangat minim kisah percintaan, tak jauh beda darinya.
"Maaf.."
Bisma
menggeleng. "Kamu gak salah, Aku yang salah. Maaf ya.." Anisa
mengangguk lalu memeluk Bisma. Menangis sepuasnya.
---o0o---
"Sudah
baikan?" Anisa mengangguk lemah. Lalu membaringkan tubuhnya dibantu Bisma.
"Aku buatkan bubur ya. kamu jangan kemana-mana."
Anisa menahan
lengan Bisma lalu menggeleng. "Nggak usah, kamu berangkat kerja aja. aku
gak apa-apa."
"Gak
apa-apa gimana? kamu dalam kondisi begitu. kamu lagi sakit Nis. atau kamu mau
ke dokter?" Anisa menggeleng cepat. "Aku beri dua pilihan. Aku yang
jagain kamu atau kita ke rumah sakit?"
"Aku mau
kamu kerja tapi aku gak mau kedokter. aku mau dirumah aja."
Bisma menghela
napas lelah. "Kamu boleh gak kedokter. tapi, aku akan tetap disini."
Bisma duduk dibibir ranjang sedangkan Anisa cemberut mendengar nada bicara
bisma yang lembut namun tegas, tidak bisa dibantah.
"Terserah!"
Anisa membalikan
tubuhnya membelakangi Bisma. Anisa tahu kalau sikapnya ini salah, tapi ia sudah
terlanjur kesal pada Bisma. Bisma mendekatkan mulutnya pada telinga Anisa yang
masih terbalut hijab polos berwarna biru langit. "Gak sopan sekali pada suami.
kalau Umi tahu anak perempuannya seperti ini bagaimana yaa..?"
Anisa
membelakkan matanya. Buru-buru dia berbalik menghadap Bisma dengan wajah
tertekuk. "Kenapa mengancam terus?!"
Bisma terkekeh
mendengar nada ketus yang keluar dari mulut Anisa. "Tuh kan, nada suaranya
ko tinggi? Kalau gak diancam pasti gak akan nurut apa kata aku."
"Maaf..
tapi, aa..akuu.. aku nurut ko'. memangnya kapan aku gak nurut?"
"Kali ini
kamu gak nurut sama aku." Bisma tersenyum dalam hati. "Aku mau kita
ke dokter!"
"Tapi aku
gak mau."
"kenapa? kamu
takut disuntik? gak akan disuntik ko' hanya diperiksa," Anisa menggeleng.
"Aku itu khawatir sama kamu. Aku takut kamu kenapa-napa. wajah kamu pucat
begitu, aku gak tega.."
Dan terjadilah
tawar menawar antara Bisma dan Anisa. Setelah dibujuk oleh Bisma bahwa mereka
akan makan bersama Umi dan Abi serta para santriwati di pesantren nanti malam,
Anisa akhirnya setuju pergi ke dokter.
Bersambung..